Berita  

BSN dan KAN Dukung Bursa Karbon Melalui SNI dan Akreditasi

Jakarta, Aktualbisnis.com

Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo meresmikan peluncuran Bursa Karbon Indonesia (Indonesia Carbon Exchange) di Bursa Efek Indonesia, dimana carbon trading berlangsung. Carbon trading atau perdagangan emisi karbon merupakan suatu sistem perdagangan antar negara yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas karbon dioksida (CO2).

Bursa karbon merupakan mekanisme kompensasi yang dilakukan perusahaan, atau produsen emisi karbon untuk membayar dampak lingkungan dari karbon dioksida yang mereka hasilkan. Hal ini bertujuan untuk membatasi emisi Gas Rumah Kaca (GRK), agar perusahaan mampu menekan emisi karbon, dan pemerintah dapat memantau volume emisi karbon.

Indonesia mempunyai potensi tinggi terhadap kredit karbon dunia. Dilansir dari katadata.co.id, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan potensi karbon RI mencapai Rp 8.000 triliun, yang berasal dari sektor kehutanan dan lahan, pertanian, energi dan transportasi, limbah, serta proses industri dan penggunaan produk.

Sementara, dari total emisi karbon yang dihasilkan sektor energi global dicatat sejumlah 34,37 miliar ton pada tahun 2022, Indonesia menduduki peringkat ke-6 yakni menghasilkan 691.970.000 ton CO2. Emisi karbon ini berasal dari sektor energi berupa hasil pembakaran minyak, gas, dan batu bara. Oleh karena itu, usaha untuk mengurangi emisi karbon telah menjadi sebuah tantangan sekaligus potensi bagi Indonesia.

“Dalam mekanisme bursa karbon, Badan Standardisasi Nasional (BSN) memainkan salah satu peran yang cukup strategis,” ungkap Kepala BSN, Kukuh S. Achmad di sela-sela acara SMIIC General Assembly, di Mekkah, Arab Saudi (31/10/2023).

Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional menyatakan perlu adanya skema sertifikasi emisi GRK yang digunakan dalam penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Usaha dan kegiatan yang menggunakan skema sertifikasi GRK, selain diharuskan memiliki sertifikat pengurangan emisi GRK, juga harus sesuai dengan prinsip, prosedur, dan ketentuan yang ada dalam ISO 14064 dan ISO 14065.

“Perpres 98/2021 menyatakan bahwa Lembaga Verifikasi/Validasi (LVV) GRK, khususnya untuk NEK, harus terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang sekretariatnya berada di BSN,” jelas Kukuh.

KAN berfungsi memastikan kompetensi LVV GRK NEK. Adapun LVV dapat menerima akreditasi dari KAN apabila telah memenuhi kompetensi sesuai persyaratan standar SNI ISO/IEC 17029:2019 Penilaian Kesesuaian – Prinsip dan Persyaratan Umum untuk Lembaga Validasi dan Verifikasi, ISO 14065:2020 General principles and requirements for bodies validating and verifying environmental information, ISO 14066:2023 Environmental information – Competence requirements for teams validating and verifying environmental information, SNI ISO 14064-3:2019 Gas rumah kaca – Bagian 3: Spesifikasi dengan panduan untuk validasi dan verifikasi dari pernyataan gas rumah kaca, serta regulasi terkait dengan NEK. KAN memastikan bahwa proses verifikasi/validasi GRK dilakukan sesuai metodologi yang telah ditetapkan dan kompetensi LVV sesuai dengan standar.

BSN telah berkomitmen mendukung bursa karbon melalui penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang terkait dengan isu GRK. BSN telah memulai adopsi standar terkait dan menetapkannya menjadi SNI.

Hingga kini, BSN telah menetapkan 8 SNI terkait bursa karbon, antara lain, SNI 7724:2019 Pengukuran dan penghitungan cadangan karbon – pengukuran lapangan untuk penaksiran cadangan karbon berbasis lahan (land based carbon accounting); SNI 7725:2019 Penyusunan persamaan alometrik biomassa pohon untuk penaksiran cadangan karbon berbasis lahan berdasar pengukuran lapangan (land based carbon accounting); SNI ISO 14064-1:2018/Ralat 1:2020 Gas rumah kaca – Bagian 1: Spesifikasi dengan panduan pada tingkat organisasi untuk kuantifikasi dan pelaporan emisi dan serapan gas rumah kaca; SNI ISO 14064-2:2019 Gas rumah kaca – Bagian 2: Spesifikasi dengan panduan pada tingkat proyek untuk kuantifikasi, pemantauan, dan pelaporan pengurangan emisi atau peningkatan serapan gas rumah kaca; SNI ISO 14064-3:2019 Gas rumah kaca – Bagian 3: Spesifikasi dengan panduan untuk verifikasi dan validasi dari pernyataan gas rumah kaca; SNI ISO 14065:2009 Gas rumah kaca – Persyaratan bagi lembaga validasi dan verifikasi gas rumah kaca untuk digunakan dalam akreditasi atau bentuk pengakuan lainnya; SNI ISO 14067:2018 Gas rumah kaca – Jejak karbon pada produk – Persyaratan dan panduan untuk kuantifikasi; dan SNI ISO 14080:2018 Manajemen gas rumah kaca dan kegiatan terkait – Kerangka kerja dan prinsip untuk metodologi aksi iklim.

Selain itu, BSN juga telah menetapkan SNI ISO/IEC 17029:2019 Penilaian Kesesuaian – Prinsip dan Persyaratan Umum bagi Lembaga Validasi dan Verifikasi, serta dalam proses menetapkan 4 SNI lainnya yang terkait carbon capture storage (CCS).

Untuk mengetahui peluang keuntungan dari emisi karbon, perusahaan perlu mengukur emisi karbon yang dihasilkan untuk menyatakan klaim pengurangan emisi yang telah dilakukan. “LVV akan melakukan kegiatan validasi dan atau verifikasi kepada perusahaan untuk menilai klaim tersebut,” ujar Kukuh.

LVV dapat memberikan sertifikat pernyataan verifikasi/validasi kepada pelaku usaha. Melalui ini, pelaku usaha dan kegiatan dapat menghitung hasil pengurangan emisi serta mengetahui potensi keuntungannya dalam mekanisme carbon trading.

“BSN melalui KAN memainkan peran penting dalam hal pemastian kompetensi lembaga penilaian kesesuaian terkait NEK. Akreditasi menjadi hal yang esensial dalam menjaga kredibilitas LVV dan diakui kompetensinya setara dengan lembaga sejenis di lingkup internasional,” ungkap Kukuh.

Skema akreditasi LVV KAN telah mendapatkan pengakuan internasional melalui APAC pada tahun 2021 dan menjadi pengakuan Mutual Recognition Arrangement (MRA) APAC ke-13. “Artinya, kompetensi LVV yang terakreditasi oleh KAN juga diakui di lingkup internasional, sebab skema akreditasi KAN sudah diakui secara internasional,” ungkap Kukuh.

“Tiga kata kunci agar LVV memperoleh akreditasi, yaitu kompetensi, konsistensi, dan imparsialitas,” tegas Kukuh.

Hinga kini, KAN telah mengakreditasi 4 (empat) LVV Gas Rumah Kaca sub skema Nilai Ekonomi Karbon. Keempat LVV tersebut adalah PT Mutu Agung Lestari, PT TUV Rheinland Indonesia, PT TUV Nord Indonesia, dan PT Sucofindo. Harapannya, jumlah LVV terakreditasi akan terus bertambah untuk mendukung berjalannya bursa karbon.

KAN juga secara aktif menyiapkan kompetensi personel sebagai validator dan verifikator capaian aksi mitigasi perubahan iklim dalam rangka NEK melalui pelatihan-pelatihan LVV skema NEK. (Frans)